TINGKAT PEMANFAATAN DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN TANGKAP – 2008

Tujuan:
1. Mengkaji tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap
2. Menentukan tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap
3. Menentukan opsi-opsi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap

Hasil:
Tingkat pemanfaatan yang telah dilakukan nelayan perikanan laut di Selat Bali ditinjau dari rata-rata produksi aktual ikan lemuru sejak tahun 1990 sampai 2007 yaitu 31.249 ton per tahun, sedangkan jumlah produksi pada kondisi sustainable 21.418 ton per tahun dan pada kondisi maximum economic yield 21.204 ton per tahun. Opsi kebijakan yang dapat disarankan adalah mengurangi jumlah armada yang dapat beroperasi sampai pada tingkat berkisar antara 7.223 – 8.023 trip setara purse seine per tahun. Tingkat pemanfaatan yang telah dilakukan nelayan perairan umum daratan di Sumatera Selatan ditinjau dari sisi jumlah produksi adalah 85,55% dari kondisi maximum sustainable yield dan 94,68% dari kondisi maximum economic yield. Pada kondisi optimal yaitu maximum economic yield, jumlah ikan yang boleh ditangkap yaitu 39.766,53 ton per tahun. Implikasi kebijakan yang dapat ditarik dari hasil riset ini adalah model pengelolaan perikanan yang telah berlaku perlu dilakukan peninjauan kembali ke arah model pengelolaan berbasis pada partisipasi masyarakat secara terpadu

Lokasi:
Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan), Banyuwangi (Jawa Timur), dan Jembrana (Bali)

PENGEMBANGAN PROGRAM IPTEKMAS PEKALONGAN – 2008

Tujuan:
1. Mempercepat proses diseminasi dan adopsi teknologi inovatif terpilih di bidang kelautan dan perikanan yang dihasilkan oleh BRKP kepada stakeholders;
2. Mengembangkan metode transfer teknologi yang adaptif terhadap masyarakat di sektor kelautan dan perikanan secara langsung;
3. Mendapatkan umpan balik dari masyarakat untuk pengembangan riset BRKP di masa yang akan dating dalam upaya penyusunan roadmap pengembangan perikanan di Kota dan Kabupaten Pekalongan dan wilayah-wilayah sekitarnya
.

Hasil:
Telah terjadi proses transfer teknologi dan defuse teknologi, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya pemahaman dan pengetahuan serta penguasaan yang berkaitan dengan: (1) Teknologi budidaya ikan patin; (2) Teknologi pembuatan pakan, yang telah diterapkan oleh pembudidaya; (3) Teknologi pembuatan aneka produk olahan ikan, yang produknya sudah dipasarkan; dan (4) Teknologi pembenihan, yang masih dalam proses pemahaman. Penguatan kelembagaan untuk kelompok pengolahan produk perikanan dan kelompok pembudidaya ikan. Inisiasi jaringan pemasaran. Kendala: Untuk budidaya ikan patin secara teknis masih ditemui beberapa kendala antara lain kolam belum memenuhi persyaratan teknis, persiapan kolam kurang, pembudidaya belum sepenuhnya mengikuti teknologi yang dianjurkan. ada bulan Juni terjadi serangan penyakit, yang mengakibatkan kematian pada ikan (tidak hanya patin termasuk lele). Masih banyaknya hama garangan (di Desa Soko) yang memangsa ikan patin.

Lokasi:
Desa Soko dan Degayu (Kota Pekalongan), Desa Mrican dan Watu Belah (Kabupaten Pekalongan)

PANELKANAS – 2008

Tujuan:
Menghasilkan kajian-kajian generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari riset yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta pengkajian-pengkajian opsi-opsi kebijakan.

Hasil:
Hasil monitoring usaha pada berbagai bidang kelautan dan perikanan, perikanan tangkap di laut, perikanan tangkap perairan umum, perikanan budidaya, tambak garam, pariwisata bahari menunjukkan bahwa meskipun penerimaan usaha yang didapatkan pada tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2007, tetapi total biaya usaha pada tahun 2008 meningkat sangat tajam dibandingkan tahun 2007, terutama biaya operasional usaha. Akibatnya keuntungan usaha yang diterima masyarakat tetap saja rendah. Hal ini antara lain sebagai akibat kebanyakan usaha di sektor KP tersebut yang masih tergolong usaha yang bercorak tradisional. Bahkan, diketahui bahwa rasio Penerimaan Pengeluaran masyarakat kelautan dan perikanan pada umumnya rendah (<1,5), dan penyebabnya bervariasi untuk setiap tipologi. Nelayan (laut maupun perairan umum) pada umumnya memiliki tingkat pendapatan yang rendah dibanding pembudidaya (termasuk buruhnya). Tambahan pula, perubahan akses masyarakat nelayan terhadap sumberdaya perikanan mengakibatkan terjadinya konflik kelas dan rendahnya pendapatan nelayan, sehingga nelayan terjerat dalam kemiskinan. Juga, terdapat potensi pendapatan nelayan yang hilang dengan adanya pemanfaatan oleh sektor wisata di waduk, sementara di rawa dan laut usaha penangkapan ikan tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Begitu pula untuk usaha di tambak, keramba jaring apung, dan pariwisata bahari..

Lokasi:
Bitung dan Pontianak untuk bidang perikanan tangkap laut; Badung, Pangkep untuk perikanan budidaya; dan Karimun Jawa untuk pariwisata bahari). Kemudian monitoring usaha pada desa contoh perikanan tangkap laut, yang mencakup Kabupaten Cirebon (Jawa Barat) dan Kabupaten Sampang (Jawa Timur). perikanan budidaya yaitu lokasi Kabupaten Gresik (Jawa Timur) dan Cianjur (Jawa Barat), sedangkan untuk perikanan tangkap perairan umum adalah Kab. Purawakarta (Jawa Barat) dan Kabupaten OKI (Sumsel). Sementara untuk tambak garam adalah Jeneponto (Sulsel) dan Sumenep (Jawa Timur)

PANELKANAS – 2007

Tujuan:
Membangun kerangka pengkajian dinamika sosial ekonomi pedesaan di desa-desa perikanan dan kelautan serta mendapatkan indikator kinerja (makro) pembangunan kelautan dan perikanan.

Hasil:
1. Hasil sensus bidang perikanan tangkap laut di Desa Aek Habil (Kota Sibolga-Prov. Sumut) dan Desa Ketapang Barat menunjukkan penangkapan masih memberikan keuntungan sangat rendah. Hasil sensus dan survei bidang perikanan tangkap perairan umum di Desa Panyindangan-Waduk Djuanda Kab. Purwakarta menunjukkan pendapatan nelayan perikanan waduk rata-rata adalah sebesar Rp. 7.969.079/tahun. Sementara di Desa Berkat-Kab. OKI-Sumsel menunjukkan pendapatan nelayan rawa banjiran sebesar Rp. 6.116.626/tahun. Oleh karena itu, nelayan pada kedua lokasi memerlukan sumber pendapatan tambahan baik melalui bekerja, meminjam atau meminta kepada kerabat dan keluarga.
2. Sementara hasil sensus dan survei bidang perikanan budi daya juga menggambarkan tipologi yang berbeda. Pendapatan dari kegiatan perikanan pada petambak Desa Pangkah Wetan Kab. Gresik-Jatim rata-rata adalah sebesar Rp. 24.865.250,-/tahun dan pembudidaya KJA di Desa Cikidang Bayabang yang terletak di sekitar perairan Waduk Cirata Kabupaten Cianjur, Jawa Barat adalah Rp. 47.240.259,-/tahun.
3. Pendapatan dari kegiatan tambak garam untuk pemilik tambak garam rata-rata adalah Rp. 4.226.906/tahun untuk wilayah Sumenep dan Rp. 22.217.906/tahun untuk wilayah Jeneponto. Sedangkan rata-rata pendapatan untuk penggarap tambak garam rata-rata sebesar Rp. 3.807.625/tahun untuk daerah Sumenep dan Rp. 11.099.127/tahun untuk daerah Jeneponto.
4. Indikator kinerja pembangunan kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan melalui pendekatan atau kerangka kerja Driving force – Pressure – State – Impact – Response (DPSIR) Indicator. Indikator tersebut yang dikemukakan berdasarkan kelompoknya yaitu: indikator pokok modal dalam mengarahkan dan melaksanakan pembangunan kelautan dan perikanan, tekanan dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan, indikator pokok yang menyatakan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya pelaksanaan pembangunan KP, indikator pokok berupa dampak pelaksanaan pembangunan KP, indikator pokok berupa respon yang ditimbulkan sebagai akibat pelaksanaan pembangunan KP.

Lokasi:
Kota Sabang (Prov. NAD); Kota Sibolga (Prov. Sumut); Kab. OKI (Prov. Sumsel); Kab. Purwakarta, Kab. Cirebon, Kab. Cianjur (Prov. Jabar); Kab. Jepara (Prov. Jateng); Kab. Gresik, Kab. Sampang, Kab. Sumenep (Prov. Jatim); Kab. Hulu Sungai Utara (Prov. Kalsel); Kota Bitung (Prov. Sulut); Kab. Jeneponto (Prov. Sulsel); Kota Sorong (Prov. Irjabar)