PANELKANAS – 2008

Tujuan:
Menghasilkan kajian-kajian generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari riset yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta pengkajian-pengkajian opsi-opsi kebijakan.

Hasil:
Hasil monitoring usaha pada berbagai bidang kelautan dan perikanan, perikanan tangkap di laut, perikanan tangkap perairan umum, perikanan budidaya, tambak garam, pariwisata bahari menunjukkan bahwa meskipun penerimaan usaha yang didapatkan pada tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2007, tetapi total biaya usaha pada tahun 2008 meningkat sangat tajam dibandingkan tahun 2007, terutama biaya operasional usaha. Akibatnya keuntungan usaha yang diterima masyarakat tetap saja rendah. Hal ini antara lain sebagai akibat kebanyakan usaha di sektor KP tersebut yang masih tergolong usaha yang bercorak tradisional. Bahkan, diketahui bahwa rasio Penerimaan Pengeluaran masyarakat kelautan dan perikanan pada umumnya rendah (<1,5), dan penyebabnya bervariasi untuk setiap tipologi. Nelayan (laut maupun perairan umum) pada umumnya memiliki tingkat pendapatan yang rendah dibanding pembudidaya (termasuk buruhnya). Tambahan pula, perubahan akses masyarakat nelayan terhadap sumberdaya perikanan mengakibatkan terjadinya konflik kelas dan rendahnya pendapatan nelayan, sehingga nelayan terjerat dalam kemiskinan. Juga, terdapat potensi pendapatan nelayan yang hilang dengan adanya pemanfaatan oleh sektor wisata di waduk, sementara di rawa dan laut usaha penangkapan ikan tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Begitu pula untuk usaha di tambak, keramba jaring apung, dan pariwisata bahari..

Lokasi:
Bitung dan Pontianak untuk bidang perikanan tangkap laut; Badung, Pangkep untuk perikanan budidaya; dan Karimun Jawa untuk pariwisata bahari). Kemudian monitoring usaha pada desa contoh perikanan tangkap laut, yang mencakup Kabupaten Cirebon (Jawa Barat) dan Kabupaten Sampang (Jawa Timur). perikanan budidaya yaitu lokasi Kabupaten Gresik (Jawa Timur) dan Cianjur (Jawa Barat), sedangkan untuk perikanan tangkap perairan umum adalah Kab. Purawakarta (Jawa Barat) dan Kabupaten OKI (Sumsel). Sementara untuk tambak garam adalah Jeneponto (Sulsel) dan Sumenep (Jawa Timur)

PANELKANAS – 2007

Tujuan:
Membangun kerangka pengkajian dinamika sosial ekonomi pedesaan di desa-desa perikanan dan kelautan serta mendapatkan indikator kinerja (makro) pembangunan kelautan dan perikanan.

Hasil:
1. Hasil sensus bidang perikanan tangkap laut di Desa Aek Habil (Kota Sibolga-Prov. Sumut) dan Desa Ketapang Barat menunjukkan penangkapan masih memberikan keuntungan sangat rendah. Hasil sensus dan survei bidang perikanan tangkap perairan umum di Desa Panyindangan-Waduk Djuanda Kab. Purwakarta menunjukkan pendapatan nelayan perikanan waduk rata-rata adalah sebesar Rp. 7.969.079/tahun. Sementara di Desa Berkat-Kab. OKI-Sumsel menunjukkan pendapatan nelayan rawa banjiran sebesar Rp. 6.116.626/tahun. Oleh karena itu, nelayan pada kedua lokasi memerlukan sumber pendapatan tambahan baik melalui bekerja, meminjam atau meminta kepada kerabat dan keluarga.
2. Sementara hasil sensus dan survei bidang perikanan budi daya juga menggambarkan tipologi yang berbeda. Pendapatan dari kegiatan perikanan pada petambak Desa Pangkah Wetan Kab. Gresik-Jatim rata-rata adalah sebesar Rp. 24.865.250,-/tahun dan pembudidaya KJA di Desa Cikidang Bayabang yang terletak di sekitar perairan Waduk Cirata Kabupaten Cianjur, Jawa Barat adalah Rp. 47.240.259,-/tahun.
3. Pendapatan dari kegiatan tambak garam untuk pemilik tambak garam rata-rata adalah Rp. 4.226.906/tahun untuk wilayah Sumenep dan Rp. 22.217.906/tahun untuk wilayah Jeneponto. Sedangkan rata-rata pendapatan untuk penggarap tambak garam rata-rata sebesar Rp. 3.807.625/tahun untuk daerah Sumenep dan Rp. 11.099.127/tahun untuk daerah Jeneponto.
4. Indikator kinerja pembangunan kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan melalui pendekatan atau kerangka kerja Driving force – Pressure – State – Impact – Response (DPSIR) Indicator. Indikator tersebut yang dikemukakan berdasarkan kelompoknya yaitu: indikator pokok modal dalam mengarahkan dan melaksanakan pembangunan kelautan dan perikanan, tekanan dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan, indikator pokok yang menyatakan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya pelaksanaan pembangunan KP, indikator pokok berupa dampak pelaksanaan pembangunan KP, indikator pokok berupa respon yang ditimbulkan sebagai akibat pelaksanaan pembangunan KP.

Lokasi:
Kota Sabang (Prov. NAD); Kota Sibolga (Prov. Sumut); Kab. OKI (Prov. Sumsel); Kab. Purwakarta, Kab. Cirebon, Kab. Cianjur (Prov. Jabar); Kab. Jepara (Prov. Jateng); Kab. Gresik, Kab. Sampang, Kab. Sumenep (Prov. Jatim); Kab. Hulu Sungai Utara (Prov. Kalsel); Kota Bitung (Prov. Sulut); Kab. Jeneponto (Prov. Sulsel); Kota Sorong (Prov. Irjabar)